Renungan Hari Minggu Prapaskah IV / A
1Sam 16:1b,6-7b10-13a ; Ef 5:8-14 ; Yoh 9:1,6-9,13-17,34-38
Tidak terasa kita sudah memasuki minggu prapaskah keempat. Tidak lama lagi kita akan memasuki pekan suci yang akhirnya menghantar kita umat beriman pada peristiwa terang, kebangkitan Kristus pada hari raya Paskah. Namun ternyata, sekarang kita masih berada di tengah perjalanan menuju perayaan itu.
Hari minggu prapaskah keempat ini dikenal juga sebagai Minggu Sukacita (Laetare). Secara liturgis, perayaan Ekaristi pada hari minggu ini boleh diiringi dengan alat-alat musik. Altar pun boleh dihias dengan bunga-bunga. Semuanya untuk memberikan kesan sukacita. Namun, mengapa ada nuansa sukacita di tengah masa pertobatan, pantang dan puasa ini? Jawabannya adalah karena sukacita itu berasal dari kelimpahan kasih dan penghiburan dari Allah. Hal ini mau mengatakan bahwa di tengah masa pertobatan, pantang dan puasa Allah sungguh hadir menyertai umat-Nya. Minggu sukacita yang terletak di tengah masa pertobatan ini mau menegaskan bahwa sebentar lagi kita akan memasuki pekan suci. Kita akan mengenangkan bagaimana kasih Allah kepada manusia dalam diri Yesus Kristus akan melimpah. Kita diselamatkan oleh sengasara, wafat dan kebangkitan Kristus. Oleh sebab itu, kita harus tetap penuh semangat melanjutkan dan meningkatkan persiapan kita menyambut peristiwa paskah.
Bacaan-bacaan hari ini pun mengisahkan bagaimana sukacita dapat dirasakan karena mengalami kasih Allah. Dalam bacaan pertama dikatakan bahwa Allah menyertai umat Israel dengan memberikan Daud sebagai raja. Allah menjanjikan yang terbaik, tetapi bukan seperti yang dilihat dan dinilai oleh ukuran manusia. Melainkan menurut penilaian Allah yang menilai dan mengetahui hati manusia. Artinya, Allah sungguh menghendaki yang terbaik untuk umat-Nya. Bacaan injil memberikan penjelasan yang lebih dalam. Dalam bacaan injil hari ini dikisahkan Yesus yang menyembuhkan orang buta. Lalu apa letak sukacita dan istimewanya kisah ini? Bukankah Yesus ‘sudah biasa’ melakukan mukjizat?
Pertama-tama tidak dapat dibayangkan betapa bahagianya seseorang yang buta akhirnya dapat melihat. Namun, hal yang lebih penting adalah bahwa dengan menyembuhkan mata orang buta itu, Yesus juga telah memberikan ‘hidup’ dan harapan baru baginya. Mengapa? Karena, Yohanes bermaksud untuk menyatakan bahwa Yesus tidak hanya menyembuhkan orang buta itu secara fisik, tetapi juga membebaskannya dari kebutaan batiniah dan rohaniah. Akhirnya, orang buta itu tidak hanya dapat melihat, tetapi juga dapat melihat, mengenal Yesus sebagai nabi dan mengimani-Nya. Mata hati dan pikirannya telah terbuka sehingga dapat mengenal Allah dalam diri Yesus. hal ini pun dapat dilihat sebagai suatu pembembasan dan keselamatan.
Lalu, apa hubungannya dengan Minggu sukacita? Lewat kisah penyembuhan orang buta ini, kita pun diajak untuk semakin menjernihkan mata hati kita dan melihat ‘kebutaan’ apa yang masih menghalangi kita. Inilah arti penting dari minggu sukacita ini. Allah menginginkan supaya kita menyingkirkan kebutaan yang dapat menghalangi kita melihat dan mengenal kebaikan Allah. Kita diajak untuk semakin memantapkan sikap batin kita di masa pertobatan ini. Hanya dengan mata hati yang jernih, kita dapat melihat dan mengenal kasih Allah dala hidup kita. Hingga pada akhirnya, melalui sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus, Sang Terang sejati, kita, dunia dan seluruh umat manusia dibebaskan dari kuasa kegelapan. Oleh sebab itu, kita patut bersyukur karena Allah selalu menyertai dan mendampingi kita. Namun, kita tetap perlu mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya agar mampu melawan kebutaan kita hingga akhirnya kita sungguh-sungguh mengimani Allah yang hadir dan berkarya dalam diri Yesus Kristus.
Maka dari itu, mari kita melanjutkan masa penuh rahmat, masa pertobatan ini dengan sebaik-baiknya. Melalui masa pertobatan kita dapat mengalami kasih Allah secara lebih utuh. Sukacita kita pun akan menjadi penuh dan melimpah saat hari Paskah nanti. Tuhan Yesus memberkati. Amin
Dikutip dari fraterxaverian.org oleh Fr. Gindo F. Tinambunan, SX